SEASONAL MARKETING Cuan Hewan Kurban

SEASONAL MARKETING Cuan Hewan Kurban

Pemotongan hewan kurban di berbagai negara dengan penduduk muslim termasuk di Indonesia tidak hanya merupakan bentuk ketaatan religius, tetapi juga telah memberikan dampak ekonomi yang signifikan. 

Setiap tahun permintaan ternak seperti sapi, kambing, dan domba meningkat tajam menjelang Idul Adha. Pembelian hewan kurban, biaya transportasi, jasa penyembelihan, dan distribusi daging menciptakan perputaran uang yang signifikan dalam waktu singkat. Ini memberikan dorongan ekonomi yang substansial, terutama di daerah pedesaan dan semi-perkotaan di mana peternakan merupakan mata pencaharian utama.

Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) mengeluarkan hasil penelitian terbaru terkait dengan potensi ekonomi kurban tahun 2024. Dari hasil penelitian, perputaran ekonomi yang dihasilkan melalui seasonal marketing ini mencapai Rp 34,3 triliun. Proyeksi ini didasarkan pada perkiraan partisipasi sekitar 2,75 juta rumah tangga atau mudhohi yang akan berpartisipasi dalam pelaksanaan kurban.

Berdasarkan potensi tersebut, total sekitar 2,3 juta hewan ternak yang terdiri dari 1,79 juta domba atau kambing dan 514 ribu ekor sapi diperkirakan akan menghasilkan sekitar 195,5 ribu ton daging kurban. Nilai potensi ekonomi ini diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 8,5% dibandingkan tahun sebelumnya, yang setara dengan tambahan Rp 2,7 triliun. Selain itu, terdapat peningkatan jumlah partisipasi sebanyak 140 ribu rumah tangga dibandingkan dengan tahun 2023.

Asumsi yang digunakan dalam proyeksi ini adalah bahwa setiap ekor kambing atau domba memiliki berat antara 20 hingga 80 kilogram (kg) dengan rata-rata berat sekitar 50 kg. Dari berat tersebut, konversi berat karkas (bagian daging yang bisa dimanfaatkan) diperkirakan sebesar 41%. Sedangkan untuk sapi atau kerbau, setiap ekornya diasumsikan memiliki berat antara 250 hingga 750 kilogram dengan rata-rata berat sekitar 500 kilogram, dengan konversi berat karkas sebesar 57%. Grafik 1.

Sedangkan dari sisi penerima manfaat kurban, diperkirakan ada sekitar 48,8 juta rumah tangga yang akan menerima manfaat dari kurban dengan kriteria pengeluaran sebanyak Rp 0-1,5 juta perbulannya. Setiap rumah tangga diharapkan mendapatkan 1,5 kg daging kurban, baik itu daging sapi maupun kambing atau domba. Selain itu, perhitungan menunjukkan bahwa kebutuhan total daging kurban di Indonesia mencapai 73,2 ribu ton daging kurban. 

Di lain sisi, secara keseluruhan terdapat 253 kabupaten atau kota yang defisit daging dengan 259 kabupaten atau kota mengalami surplus daging kurban. Lalu, terdapat lima provinsi yang tidak dapat memenuhi defisit daging di antaranya adalah Aceh, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Dengan proyeksi penerima manfaat kurban yang mencapai 48,8 juta rumah tangga dan kebutuhan daging sebesar 73,2 ribu ton, potensi ekonomi kurban tahun 2024 memiliki dampak yang luas dan signifikan terhadap berbagai aspek ekonomi.

Selain meningkatkan pendapatan sektor peternakan, distribusi daging kurban membantu dalam meratakan pendapatan, memperkuat ketahanan pangan, dan menggerakkan ekonomi lokal. Dampak positif ini, baik jangka pendek maupun jangka panjang, menunjukkan bahwa tradisi kurban memiliki peran penting dalam memperkuat perekonomian dan kesejahteraan sosial di Indonesia. Grafik 2.

Muhammad Hasbi Zaenal, penulis kajian potensi ekonomi kurban Baznas menjelaskan, melalui ibadah kurban, masyarakat miskin bisa mengurangi risiko terkena stunting. Salah satu faktor yang mendukung pada penurunan prevalensi stunting yaitu dengan mengkonsumsi protein. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan protein hewani dinilai aktif dalam mencegah anak mengalami stunting. Pangan hewani mempunyai kandungan gizi yang lengkap, kaya protein hewani dan vitamin yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan.

Produksi daging sapi umumnya dipengaruhi momen atau peristiwa tertentu seperti Hari Raya Idul Adha yang erat kaitannya dengan pelaksanaan ibadah kurban. Di hari itu juga dimaknai sebagai ungkapan kepedulian kepada sesama manusia terutama bagi mustahik. Hal tersebut diwujudkan dengan pemotongan daging kurban baik sapi maupun kambing dan dibagikan secara merata kepada masyarakat.

“Kurban memiliki makna sosial yang penting dalam pemerataan dan peningkatan kesejahteraan di pedesaan, meskipun banyak yang belum menyadari manfaatnya, sehingga pelaksanaannya masih minim. Momen kurban meningkatkan permintaan terhadap hewan ternak dari peternak lokal, memungkinkan mereka menjual dengan harga lebih tinggi dan meningkatkan pendapatan. Pedagang ternak pinggir jalan juga mendapatkan keuntungan yang tinggi selama Idul Adha,” kata Hasbi.

Sementara itu, Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memproyeksikan potensi ekonomi kurban Indonesia tahun 2024 ini sebesar Rp 28,2 triliun. Proyeksi tersebut berasal dari pekurban atau shohibul qurban sebanyak 2,16 juta orang.

Proyeksi tersebut naik dari tahun 2023 yang diestimasikan mencapai Rp 24,5 triliun dari 2,08 juta orang pekurban. Dengan begitu, ada kenaikan sekitar 80 ribu pekurban pada tahun ini.

“Dari 2,16 juta keluarga muslim berdaya beli tinggi yang berpotensi menjadi shohibul qurban, kebutuhan hewan kurban terbesar adalah kambing-domba sekitar 1,21 juta ekor, sedangkan sapi-kerbau sekitar 587 ribu ekor,” kata Tira Mutiara, Peneliti IDEAS.

Dengan asumsi berat kambing-domba antara 20-80 kilogram (kg) dengan berat karkas 41% serta berat sapi atau kerbau antara 250-750 kg dengan berat karkas 57%. Adapun potensi ekonomi kurban 2024 dari sekitar 1,79 juta hewan ternak ini setara dengan 117,2 ribu ton daging.

“Walaupun secara umum mengalami kenaikan, namun jika kita melihat data masyarakat muslim yang berpotensi menjadi pekurban kambing-domba dengan bobot 20-40 kg per ekor turun sekitar 7% dari 734 ribu menjadi 709 ribu pekurban. Kelompok ini merupakan masyarakat kelas menengah,” katanya.

Menurut Tira, kondisi ekonomi saat ini dengan banyaknya fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan tingginya pengangguran menyebabkan pendapatan kelas menengah-bawah mengalami stagnasi bahkan penurunan signifikan. Sehingga masyarakat yang mampu berkurban tahun lalu, saat ini terdampak dengan fenomena tersebut sehingga tidak mampu berkurban lagi pada tahun ini.

“Secara kontradiktif kami menemukan adanya kenaikan pekurban sapi-kerbau dengan berat sekitar 750 kg per ekor, yang rata-rata berasal dari masyarakat kelas terkaya naik sekitar 21% dari 63,9 ribu menjadi 77,6 ribu pekurban,” pungkas Tira.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top